Zaman Yayoi berlangsung dari sekitar 400 SM atau 300 SM hingga 250 Masehi. Dari situs arkeologi kota Yayoi, distrik Bunkyō, Tokyo ditemukan artefak asal zaman yang kemudian disebut zaman Yayoi.
Pada awal zaman Yayoi, orang Yayoi sudah mulai dapat menenun, bertanam padi, mengenal perdukunan serta pembuatan perkakas dari besi dan perunggu yang dipelajari dari Korea atau Tiongkok.[5] Sejumlah studi paleoetnobotani menunjukkan teknik menanam padi di sawah dan irigasi sudah dikenal sejak sekitar 8000 SM di Delta Sungai Yangtze dan menyebar ke Jepang sekitar 1000 SM.[6]
Dokumen tertulis yang pertama kali menyebut Jepang adalah Buku Han Akhir[7] asal 57 Masehi. Buku tersebut mengisahkan, "Di seberang lautan dari Distrik Lelang tinggal orang-orang Wa. Mereka ada lebih dari 100 suku, mereka sering datang dan membayar upeti." Catatan Sejarah Tiga Negara dari abad ke-3 mencantumkan negara yang terbentuk dari kumpulan 30 suku-suku kecil yang diperintah oleh dukun wanita bernama Himiko dari Yamataikoku.
Semasa Dinasti Han dan Dinasti Wei, pengelana Tiongkok tiba di Kyushu dan mencatat tentang para penduduk yang tinggal di sana. Menurut para pengelana Tiongkok, mereka adalah keturunan dari Paman Agung (Tàibó) dari negara Wu. Penduduk di sana juga menunjukkan ciri-ciri orang Wu pra-Tiongkok yang mengenal tato, tradisi mencabut gigi, dan menggendong bayi. Buku Sanguo Zhi mencatat ciri-ciri fisik yang mirip dengan ciri-ciri fisik orang yang digambarkan dalam boneka haniwa. Laki-laki berambut panjang yang dikepang, tubuh dihiasi tato, dan perempuan mengenakan pakaian terusan berukuran besar.
Situs Yoshinogari adalah situs arkeologi terbesar* menerus selama ratusan tahun. Hasil ekskavasi menunjukkan artefak tertua berasal dari sekitar 400 SM. Diantara artefak yang ditemukan terdapat perkakas besi dan perunggu, termasuk perkakas dari Korea dan Tiongkok.[8][9][10] Dari barang-barang peninggalan diperkirakan orang zaman Yayoi sudah sering melakukan kontak dan berdagang dengan orang dari Daratan Tiongkok.
Zaman kuno dan zaman klasik Jepang
Zaman Kofun
Zaman Kofun dimulai sekitar 250 M. Nama zaman ini berasal dari tradisi orang zaman itu untuk membuat gundukan makam (tumulus) yang disebut kofun. Pada zaman ini sudah terdapat negara-negara militer yang kuat dengan klan-klan berpengaruh sebagai penguasa. Salah satu di antaranya terdapat negara Yamato yang dominan, dan berpusat di Provinsi Yamato dan Provinsi Kawachi. Negara Yamato berlangsung dari abad ke-3 hingga abad ke-7, dan merupakan asal garis keturunan kekaisaran Jepang. Negara Yamato yang berkuasa atas klan-klan lain dan memperoleh lahan-lahan pertanian mempertahankan pengaruh yang kuat di Jepang bagian barat. Jepang mulai mengirimkan utusan ke Kekaisaran Tiongkok pada abad ke-5. Dalam dokumen sejarah Tiongkok ditulis tentang negara Wa yang memiliki lima raja. Sistem pemerintahan di Wa meniru model Tiongkok yang menerapkan sistem administrasi terpusat. Sistem kekaisaran juga mengambil model dari Tiongkok, dan masyarakat dibagi menjadi strata berdasarkan profesi.
Hubungan yang erat antara Jepang dengan Tiga Kerajaan Korea dimulai pertengahan zaman Kofun, sekitar akhir abad ke-4.
Zaman Asuka
Pada zaman Asuka (538-710), negara Jepang purba Yamato secara bertahap menjadi negara yang tersentralisasi. Negara Jepang purba sudah memiliki undang-undang seperti dinyatakan dalam Undang-Undang Taihō dan butir-butir Reformasi Taika.[11] Masuknya agama Buddha di Jepang mengakibatkan orang tidak lagi membuat makam berbentuk kofun.
Agama Buddha masuk ke Jepang sekitar tahun 538 melalui Baekje yang mendapat dukungan militer dari Jepang.[12] Penyebaran agama Buddha di Jepang dilakukan oleh kalangan penguasa. Pangeran Shōtoku mendedikasikan dirinya dalam penyebaran Buddhisme dan kebudayaan Tiongkok di Jepang. Ia berjasa menyusun Konstitusi 17 Pasal yang membawa perdamaian di Jepang. Konstitusi yang disusunnya dipengaruhi oleh pemikiran Konfusianisme tentang berbagai moral dan kebajikan yang diharapkan masyarakat dari pejabat pemerintah dan abdi kaisar.
Dalam sepucuk surat yang disampaikan duta Kekaisaran Jepang ke Kekaisaran Tiongkok pada tahun 607 ditulis kata-kata, "Kaisar negeri matahari terbit (Jepang) mengirimkan surat kepada kaisar di negeri matahari terbenam (Tiongkok)".[13] Surat tersebut menyebabkan kemarahan kaisar Tiongkok.[14]
Dimulai dengan Perintah Reformasi Taika tahun 645, Jepang semakin giat mengadopsi praktik-praktik budaya Tiongkok, melakukan reorganisasi pemerintahan, serta menyusun undang-undang pidana (Ritsuryō) dengan mengikuti struktur administrasi Tiongkok pada waktu itu. Istilah Nihon (日本) juga mulai dipakai sebagai nama negara sejak zaman Asuka.
Zaman Nara
Zaman Nara pada abad ke-8 ditandai oleh negara Jepang yang kuat. Pada tahun 710, Maharani Genmei mengeluarkan perintah kekaisaran yang memindahkan ibu kota ke Heijō-kyō yang sekarang bernama Nara. Heijō-kyō dibangun dengan mencontoh ibu kota Dinasti Tang di Chang'an (sekarang disebut Xi'an).
Sepanjang zaman Nara, perkembangan politik sangat terbatas. Anggota keluarga kekaisaran berebut kekuasaan dengan biksu dan bangsawan, termasuk dengan klan Fujiwara. Hubungan luar negeri berlangsung dengan Silla dan hubungan formal dengan Dinasti Tang. Pada 784, ibu kota dipindahkan ke Nagaoka-kyō untuk menjauhkan istana dari pengaruh para biksu, sebelum akhirnya dipindahkan ke Heian-kyō (Kyoto).
Penulisan sejarah Jepang berpuncak pada awal abad ke-8 dengan selesainya penyusunan kronik Kojiki (712) dan Nihon Shoki (720). Dalam kedua buku sejarah tersebut dikisahkan sejarah Jepang mulai dari awal sejak zaman mitologi Jepang. Di dalamnya ditulis tentang pendirian Jepang pada tahun 660 SM oleh Kaisar Jimmu yang keturunan langsung dari Amaterasu. Menurut kedua kronik tersebut Kaisar Jimmu merupakan leluhur dari garis keturunan kaisar yang sekarang. Kaisar Jimmu sering dianggap sebagai kaisar mitos karena kaisar pertama berdasarkan bukti-bukti sejarah adalah Kaisar Ōjin yang tahun-tahun masa pemerintahannya tidak diketahui dengan jelas. Sejak zaman Nara, kekuasaan politik tidak selalu berada di tangan kaisar, melainkan di tangan bangsawan istana, shogun, militer, dan sekarang di tangan perdana menteri.
Zaman Heian
Periode akhir sejarah klasik Jepang berlangsung dari 794 hingga 1185 yang disebut zaman Heian. Puncak kejayaan istana kekaisaran di bidang puisi dan sastra terjadi pada zaman Heian. Pada awal abad ke-11, Murasaki Shikibu menulis novel Hikayat Genji yang hingga kini merupakan salah satu dari novel tertua di dunia. Pada zaman Heian selesai disusun naskah tertua koleksi puisi Jepang, Man'yōshū dan Kokin Wakashū.
Pada zaman Heian berkembang berbagai macam kebudayaan lokal, misalnya aksara kana yang asli Jepang. Pengaruh budaya Tiongkok surut setelah sampai di puncak keemasan. Pengiriman terakhir utusan Jepang ke Dinasti Tang berlangsung pada tahun 838 sejalan dengan kemunduran Dinasti Tang. Walaupun demikian, Tiongkok dalam terus berlanjut sebagai negara tujuan ekspedisi dagang dan rombongan peziarah agama Buddha.[15]
Kekuasaan politik istana kekaisaran berada di tangan segelintir keluarga bangsawan yang disebut kuge, khususnya klan Fujiwara yang berkuasa dengan gelar Sesshō and Kampaku.
Pada akhir zaman Heian bermunculan berbagai klan samurai. Empat klan samurai yang paling kuat adalah klan Minamoto, klan Taira, klan Fujiwara, dan klan Tachibana. Memasuki akhir abad ke-12, konflik antarklan berubah menjadi berbagai perang saudara seperti Pemberontakan Hōgen dan Pemberontakan Heiji. Setelah berakhirnya Perang Genpei, Jepang berada di bawah pemerintahan militer oleh klan-klan samurai di bawah pimpinan seorang shogun.
Zaman feodal
Dalam sejarah Jepang, zaman feodal dibagi menjadi dua bagian. Paruh pertama disebut abad pertengahan (chūsei) dari zaman Kamakura hingga zaman Muromachi, sementara paruh kedua disebut abad modern (kinsei) dari zaman Azuchi-Momoyama hingga zaman Edo.
Zaman feodal di Jepang berlangsung dari abad ke-12 hingga abad ke-19, ditandai oleh pemerintahan daerah oleh keluarga-keluarga daimyo di bawah kendali pemerintahan militer keshogunan. Kaisar hanya berperan sebagai kepala negara de jure sementara kekuasaan berada di tangan shogun.
Zaman Kamakura
Keshogunan Kamakura berkuasa di Jepang dari tahun 1185 hingga 1333 yang disebut zaman Kamakura yang merupakan zaman transisi menuju abad pertengahan Jepang. Abad pertengahan berlangsung selama hampir 700 tahun ketika pemerintah pusat, istana, dan Kaisar Jepang umumnya hanya menjalankan fungsi-fungsi seremonial. Urusan sipil, militer, dan kehakiman dikendalikan oleh kelas samurai. Secara de facto, penguasa negeri kekuasaan politik berada di tangan shogun yang berasal dari klan samurai yang terkuat.
Pada 1185, Minamoto no Yoritomo menghancurkan klan Taira yang merupakan musuh bebuyutan klan Minamoto. Setelah pada tahun 1192 diangkat oleh Kaisar sebagai Seii Tai-Shogun, Yoritomo mendirikan pemerintahan militer di Kamakura dan berkuasa sebagai shogun pertama Keshogunan Kamakura. Setelah wafatnya Yoritomo, klan Hōjō menjadi klan yang berpengaruh dan bertugas sebagai wali shogun.

Peristiwa terbesar dalam periode Kamakura adalah invasi Mongol ke Jepang antara 1272 dan 1281. Pasukan Mongol dengan teknologi angkatan laut dan persenjataan yang unggul mencoba menyerbu ke kepulauan Jepang. Angin topan yang kemudian dikenal sebagai kamikaze (angin dewa) membuat kekuatan invasi Mongol tercerai-berai. Meskipun demikian, beberapa sejarawan bersikeras bahwa pertahanan pantai yang dibangun Jepang di Kyushu cukup memadai untuk mengusir para penyerbu. Walaupun invasi Mongol berhasil digagalkan, usaha mengatasi serbuan bangsa Mongol menyebabkan berakhirnya kekuasaan keshogunan akibat kekacauan politik dalam negeri.
Zaman Kamakura berakhir setelah runtuhnya kekuasaan Keshogunan Kamakura pada tahun 1333. Kekuasaan dikembalikan ke tangan kekaisaran di bawah pemerintahan Kaisar Go-Daigo dalam masa Restorasi Kemmu yang hanya berlangsung singkat. Pemerintahan Go-Daigo kembali ditumbangkan oleh Ashikaga Takauji.
Zaman Muromachi
Dalam periodisasi sejarah Jepang, zaman Muromachi berlangsung dari sekitar tahun 1336 hingga 1573 ketika kekuasaan pemerintah berada di tangan Keshogunan Ashikaga yang juga disebut Keshogunan Muromachi. Pendiri Keshogunan Ashikaga adalah Ashikaga Takauji yang merebut kekuasaan politik dari Kaisar Go-Daigo dan sekaligus mengakhiri Restorasi Kemmu. Zaman Muromachi berakhir pada tahun 1573 ketika shogun ke-15 sekaligus shogun Muromachi terakhir, Ashikaga Yoshiaki diusir dari ibu kota Kyoto oleh Oda Nobunaga.
Tahun-tahun awal zaman Muromachi juga disebut zaman Nanboku-cho atau zaman Istana Utara-Istana Selatan ketika kekuasaan istana terbelah dua menjadi Istana Utara dan Istana Selatan. Sejak tahun 1467 hingga berakhirnya zaman Muromachi disebut sebagai zaman Sengoku atau "zaman negara-negara bagian yang berperang". Pada zaman Sengoku terjadi perang saudara dan perebutan kekuasaan antarprovinsi. Pada masa ini pula terjadi kontak pertama Jepang dengan orang-orang Barat yang disebut Perdagangan dengan Nanban ketika pedagang-pedagang Portugis tiba di Jepang.
Sebuah kapal Portugis yang berlayar ke Tiongkok terkena badai dan merapat di sebuah pulau Jepang bernama Tanegashima. Senjata api yang diperkenalkan oleh orang Portugis membawa kemajuan teknologi militer dalam periode Sengoku, dan berpuncak pada Pertempuran Nagashino yang melibatkan pasukan samurai yang dipersenjatai dengan 3.000 pucuk arquebus (jumlah sebenarnya diperkirakan sekitar 2.000 pucuk). Selama perdagangan dengan Nanban, para pedagang dari negara-negara lainnya, Belanda, Inggris, dan Spanyol juga ikut berdatangan. Kedatangan para pedagang juga membawa penyebar agama Kristen, Serikat Yesuit, Ordo Dominikan, dan misionaris Fransiskan.
Zaman Azuchi-Momoyama
Dari tahun 1568 hingga 1600 di Jepang disebut zaman Azuchi-Momoyama. Jepang bersatu secara militer dan negara menjadi stabil di bawah kekuasaan Oda Nobunaga yang dilanjutkan oleh Toyotomi Hideyoshi. Istilah zaman Azuchi-Momoyama berasal dari nama istana (kastil) yang menjadi markas kedua pemimpin besar, Nobunaga di Istana Azuchi dan Hideyoshi di Istana Momoyama.
Setelah berhasil menyatukan Jepang, Hideyoshi berusaha memperluas wilayah dengan melakukan invasi ke Korea. Dua kali usaha penaklukan Korea berakhir dengan ditarik mundurnya pasukan Hideyoshi dari Semenanjung Korea pada tahun 1598 akibat dikalahkan pasukan gabungan Korea dan Tiongkok, serta wafatnya Hideyoshi.
Konflik suksesi pasca-Hideyoshi berakhir dengan munculnya Tokugawa Ieyasu sebagai pemimpin baru Jepang. Kekuasaan pemerintahan beralih ke tangan Ieyasu setelah mengalahkan pasukan pendukung Toyotomi Hideyori dalam Pertempuran Sekigahara.
Zaman Edo (1603-1868)
Pada zaman Edo adalah pemerintahan otonomi daerah berada di tangan lebih dari dua ratus pejabat daimyo. Sebagai klan terkuat, pemimpin klan Tokugawa dari generasi ke generasi menjabat sebagai shogun (sei-i taishōgun). Keshogunan Tokugawa yang bermarkas di Edo (sekarang Tokyo) memimpin para daimyo di masing-masing daerah otonom yang disebut domain (han).
Kelas samurai ditempatkan oleh keshogunan di atas kelas rakyat biasa, petani, perajin, dan pedagang. Keshogunan mengeluarkan undang-undang yang mengatur segala aspek kehidupan, dimulai dari potongan rambut dan busana untuk masing-masing kelas dalam masyarakat. Shogun mewajibkan para daimyo secara bergantian untuk bertugas di Edo. Mereka disediakan rumah kediaman mewah di Edo agar tidak memberontak. Kekuatan militer daimyo daerah ditekan, dan diharuskan meminta izin dari pusat sebelum dapat memperbaiki fasilitas militer. Keshogunan Tokugawa runtuh setelah Perang Boshin 1868-1869.
Zaman Edo adalah zaman keemasan seni lukis ukiyo-e dan seni teater kabuki dan bunraku. Sejumlah komposisi terkenal untuk koto dan shakuhachi berasal dari zaman Edo.
Awal Mula Zaman Modern
Zaman Edo
Zaman Edo (江戸時代, edo jidai) (1603 - 1867) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu mendirikan Keshogunan Tokugawa di Edo yang berakhir dengan pemulihan kekuasaan kaisar (大政奉還, taisei hōkan) dari tangan Shogun terakhir Tokugawa Yoshinobu sekaligus mengakhiri kekuasan Keshogunan Tokugawa yang berlangsung selama 264 tahun. Zaman Edo juga disebut sebagai awal zaman modern di Jepang.
Zaman Edo (江戸時代, Edo jidai), juga dikenal sebagai Zaman Tokugawa (徳川時代, Tokugawa jidai), adalah periode antara tahun 1603 dan 1868 dalam sejarah Jepang, ketika Jepang berada di bawah pemerintahan shogun Tokugawa dan daimyo regional sebanyak 300 wilayah. Muncul dari kekacauan periode Sengoku, Periode Edo ditandai oleh pertumbuhan ekonomi, tata sosial yang ketat, kebijakan luar negeri yang isolasionis, populasi yang stabil, perdamaian yang abadi, dan kesenangan masyarakat terhadap seni dan budaya, yang secara umum disebut sebagai Ōedo (大江戸, Oo-Edo, "Edo yang Agung").
Periode ini mengambil nama dari Edo (sekarang Tokyo), di mana pada tanggal 24 Maret 1603, keshogunan secara resmi didirikan oleh Tokugawa Ieyasu. Periode Edo berakhir dengan Restorasi Meiji dan Perang Boshin, yang mengembalikan pemerintahan kekaisaran ke Jepang.
Zaman Meiji
Pada 3 Februari 1867, Putra Mahkota Mutsuhito yang waktu itu berusia 15 tahun naik tahta untuk menggantikan ayahnya, Kaisar Kōmei. Nama zaman semasa Kaisar Meiji disebut zaman Meiji. Restorasi Meiji yang terjadi 1868 mengakhiri kekuasaan feodal Keshogunan Tokugawa.
Kebijakan dasar pemerintah Meiji dinyatakan dalam Sumpah Tertulis Lima Pasal tahun 1868. Isinya berupa pernyataan umum pemimpin Meiji dengan maksud mendorong moral dan dukungan keuangan bagi pemerintah yang baru. Isi kelima pasal tersebut ditafsirkan berbeda-beda, tetapi intinya kurang lebih adalah:
- Pembentukan dewan secara luas di berbagai daerah, semua persoalan penting dimusyawarahkan bersama
- Semua kalangan, atas dan bawah, harus bersatu dalam menjalankan urusan negara.
- Rakyat biasa, begitu pula pejabat pusat dan militer, harus diperbolehkan untuk melakukan hal-hal yang diingini sehingga mereka tidak bosan.
- Kebijakan lama yang buruk ditinggalkan, dan semuanya dibiarkan berdasarkan hukum alam.
- Pengetahuan harus dicari hingga ke seluruh dunia demi memperkuat fondasi kekuasaan kekaisaran.
Pemerintah Meiji memberi jaminan kepada kekuatan-kekuatan asing bahwa negaranya akan mematuhi perjanjian yang dibuat Keshogunan Tokugawa, dan menyatakan dirinya negaranya akan mematuhi hukum internasional.
Setelah penghapusan sistem domain, daimyo secara sukarela menyerahkan tanah kepemilikan dan catatan sensus mereka. Para daimyo mendapat tugas baru sebagai gubernur. Pemerintah pusat menanggung pengeluaran daerah dan membayar gaji samurai. Sistem domain (han) diganti menjadi sistem prefektur pada 1871, dan kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat. Pejabat dari bekas Domain Satsuma, Domain Chōshū, Domain Tosa, dan Domain Hizen ditugaskan mengisi pos-pos kementerian.
Zaman Taishō
Japan Zaman Modern
Zaman Shōwa
Shōwa (昭和, Nihon-shiki/Kunrei-shiki: Syoowa, digunakan terutama dalam konteks pendudukan Jepang di Indonesia) (25 Desember 1926–7 Januari 1989) adalah salah satu nama zaman di Jepang pada abad ke-20. Zaman Shōwa berlangsung pada masa pemerintahan Kaisar Shōwa (Hirohito), sejak Kaisar Hirohito naik tahta pada 25 Desember 1926 hingga wafat pada 7 Januari 1989. Tahun Shōwa berlangsung hingga tahun 64 Shōwa, dan merupakan masa pemerintahan terpanjang dari seorang kaisar di Jepang (62 tahun 2 minggu), walaupun tahun terakhir zaman Shōwa (tahun 64 Shōwa) hanya berlangsung selama 7 hari.
Selama zaman Shōwa, Jepang memasuki periode totalitarianisme politik, ultranasionalisme, dan fasisme yang berpuncak pada invasi ke Tiongkok pada tahun 1937. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari masa konflik dan kekacauan di seluruh dunia, seperti halnya Depresi Besar dan Perang Dunia II.
Kapitulasi Jepang membawa Jepang ke arah perubahan radikal, untuk pertama kalinya dalam sejarah bangsa Jepang, Jepang diduduki oleh kekuatan asing dan berlangsung selama 7 tahun. Pendudukan Sekutu membawa reformasi dalam bidang politik, termasuk mengubah Jepang menjadi negara demokrasi berdasarkan monarki konstitusional. Setelah ditandatanganinya Perjanjian San Francisco pada tahun 1952, Jepang kembali menjadi negara berdaulat.
Dari tahun 1960-an hingga 1980-an, Jepang mengalami masa keajaiban ekonomi pascaperang. Dekade 1980-an merupakan masa keemasan ekspor otomotif dan barang elektronik ke Eropa dan Amerika Serikat sehingga terjadi surplus neraca perdagangan yang mengakibatkan konflik perdagangan. Setelah Perjanjian Plaza 1985, dolar AS mengalami depresiasi terhadap yen. Pada Februari 1987, tingkat diskonto resmi diturunkan agar produk manufaktur Jepang bisa kembali kompetitif setelah volume ekspor merosot akibat menguatnya yen. Akibatnya, terjadi surplus likuiditas dan penciptaan uang dalam jumlah besar. Spekulasi menyebabkan harga saham dan realestat terus meningkat, dan berakibat pada penggelembungan harga aset di Jepang.
Heisei
Heisei sebagai nama zaman yang baru dimulai 8 Januari 1989 setelah Kaisar Akihito naik tahta menggantikan Kaisar Hirohito yang meninggal pada tanggal 7 Januari 1989. Tahun 1989 juga disebut tahun Heisei 1 (平成元年, Heisei gannen, tahun awal zaman Heisei).
Di siang hari setelah Kaisar Hirohito mangkat, sebuah dewan yang terdiri dari delapan orang ahli dibentuk untuk memutuskan nama zaman berikutnya. Pemerintah mengajukan dan meminta pertimbangan atas 3 buah nama zaman yang baru ke hadapan anggota dewan, dan Ketua/Wakil Ketua Majelis Rendah Jepang serta Majelis Tinggi Jepang. Ketiga nama zaman yang diusulkan adalah Heisei (平成), Shūbun (修文), dan Seika (正化). Sejak sebelum diajukan, Shūbun dan Seika kemungkinan besar tidak akan digunakan sebagai nama zaman yang baru, karena keduanya dimulai dengan huruf "S". Sesudah zaman Shōwa perlu dipilih nama zaman dengan huruf awal yang berbeda, karena penulisan angka tahun pada zaman Shōwa sudah dimulai dengan huruf "S", misalnya S63 berarti tahun 1988.
0 komentar:
Posting Komentar